Sabtu, 30 November 2013

Jangan Gampang mengasih obat ke anak

Malik tergolek lemas. Matanya sayu. Bibirnya pecah-pecah. Wajahnya kian tirus. Di mataku ia berubah seperti anak dua tahun kurang gizi. Biasanya aku selalu mendengar celoteh dan tawanya di pagi hari. Kini tersenyum pun ia tak mau. Sesekali ia muntah. Dan setiap melihatnya muntah, hatiku …tergores-gores rasanya. Lambungnya diperas habis-habisan seumpama ampas kelapa yang tak lagi bisa mengeluarkan santan. Pedih sekali melihatnya terkaing-kaing seperti itu.

Waktu itu, belum sebulan aku tinggal di Belanda, dan putraku Malik terkena demam tinggi. Setelah tiga hari tak juga ada perbaikan aku membawanya ke huisart (dokter keluarga) kami, dokter Knol namanya.

“Just wait and see. Don’t forget to drink a lot. Mostly this is a viral infection.” kata dokter tua itu.

“Ha? Just wait and see? Apa dia nggak liat anakku dying begitu?” batinku meradang. Ya…ya…aku tahu sih masih sulit untuk menentukan diagnosa pada kasus demam tiga hari tanpa ada gejala lain. Tapi masak sih nggak diapa-apain. Dikasih obat juga enggak! Huh! Dokter Belanda memang keterlaluan! Aku betul-betul menahan kesal.

“Obat penurun panas Dok?” tanyaku lagi.
“Actually that is not necessary if the fever below 40 C.”

Waks! Nggak perlu dikasih obat panas? Kalau anakku kenapa-kenapa memangnya dia mau nanggung? Kesalku kian membuncah.
Tapi aku tak ingin ngeyel soal obat penurun panas. Sebetulnya di rumah aku sudah memberi Malik obat penurun panas, tapi aku ingin dokter itu memberi obat jenis lain. Sudah lama kudengar bahwa dokter disini pelit obat. Karena itu aku membawa setumpuk obat-obatan dari Indonesia, termasuk obat penurun panas.
Dua hari kemudian, demam Malik tak kunjung turun dan frekuensi muntahnya juga bertambah. Aku segera kembali ke dokter. Tapi si dokter tetap menyuruhku wait and see. Pemeriksaan laboratorium baru akan dilakukan bila panas anakku menetap hingga hari ke tujuh.

“Anakku ini suka muntah-muntah juga Dok,” kataku.
Lalu si dokter menekan-nekan perut anakku. “Apakah dia sudah minum suatu obat?”

Aku mengangguk. “Ibuprofen syrup Dok,” jawabku.

Eh tak tahunya mendengar jawabanku, si dokter malah ngomel-ngomel,”Kenapa kamu kasih syrup Ibuprofen? Pantas saja dia muntah-muntah. Ibuprofen itu sebaiknya tidak diberikan untuk anak-anak, karena efeknya bisa mengiritasi lambung. Untuk anak-anak lebih baik beri paracetamol saja.”

Huuh! Walaupun dokter itu mengomel sambil tersenyum ramah, tapi aku betul-betul jengkel dibuatnya. Jelek-jelek begini gue lulusan fakultas kedokteran tau! Nah kalau buat anak nggak baik kenapa di Indonesia obat itu bertebaran! Batinku meradang.
Untungnya aku masih bisa menahan diri. Tapi setibanya dirumah, suamiku langsung menjadi korban kekesalanku.”Lha wong di Indonesia, dosenku aja ngasih obat penurun panas nggak pake diukur suhunya je. Mau 37 keq, 38 apa 39 derajat keq, tiap ke dokter dan bilang anakku sakit panas, penurun panas ya pasti dikasih. Sirup ibuprofen juga dikasih koq ke anak yang panas, bukan cuma parasetamol. Masa dia bilang ibuprofen nggak baik buat anak!” Seperti rentetan peluru, kicauanku bertubi-tubi keluar dari mulutku.

“Mana Malik nggak dikasih apa-apa pulak, cuma suruh minum parasetamol doang, itu pun kalau suhunya diatas 40 derajat C! Duuh memang keterlaluan Yah dokter Belanda itu!”

Suamiku menimpali, “Lho, kalau Mama punya alasan, kenapa tadi nggak bilang ke dokternya?”
Aku menarik napas panjang. “Hmm…tadi aku sudah kadung bete sama si dokter, rasanya ingin buru-buru pulang saja. Tapi…alasannya apa ya?”

Mendadak aku kebingungan. Aku akui, sewaktu praktek menjadi dokter dulu, aku lebih banyak mencontek apa yang dilakukan senior. Tiga bulan menjadi co-asisten di bagian anak memang membuatku kelimpungan dan belajar banyak hal, tapi hanya secuil-secuil ilmu yang kudapat. Persis seperti orang yang katanya travelling keliling Eropa dalam dua minggu. Menclok sebentar di Paris, lalu dua hari pergi ke Roma. Dua hari di Amsterdam, kemudian tiga hari mengunjungi Vienna. Puas beberapa hari berdiam di Berlin dan Swiss, kemudian waktu habis. Tibalah saatnya pulang lagi ke Indonesia. Tampaknya orang itu sudah keliling Eropa, padahal ia hanya mengunjungi ibukota utama saja. Masih banyak sekali negara dan kota-kota di Eropa yang belum disambanginya. Dan itu lah yang terjadi pada kami, pemuda-pemudi fresh graduate from the oven Fakultas Kedokteran. Malah kadang-kadang apa yang sudah kami pelajari dulu, kasusnya tak pernah kami jumpai dalam praktek sehari-hari. Berharap bisa memberikan resep cespleng seperti dokter-dokter senior, akhirnya kami pun sering mengintip resep ajian senior!

Setelah Malik sembuh, beberapa minggu kemudian, Lala, putri pertamaku ikut-ikutan sakit. Suara Srat..srut..srat srut dari hidungnya bersahut-sahutan. Sesekali wajahnya memerah gelap dan bola matanya seperti mau copot saat batuknya menggila. Kadang hingga bermenit-menit batuknya tak berhenti. Sesak rasanya dadaku setiap kali mendengarnya batuk. Suara uhuk-uhuk itu baru reda jika ia memuntahkan semua isi perut dan kerongkongannya. Duuh Gustiiii…kenapa tidak Kau pindahkan saja rasa sakitnya padaku Nyerii rasanya hatiku melihat rautnya yang seperti itu. Kuberikan obat batuk yang kubawa dari Indonesia pada putriku. Tapi batuknya tak kunjung hilang dan ingusnya masih meler saja. Lima hari kemudian, Lala pun segera kubawa ke huisart. Dan lagi-lagi dokter itu mengecewakan aku.

“Just drink a lot,” katanya ringan.

Aduuuh Dook! Tapi anakku tuh matanya sampai kayak mata sapi melotot kalau batuk, batinku kesal.

“Apa nggak perlu dikasih antibiotik Dok?” tanyaku tak puas.

“This is mostly a viral infection, no need for an antibiotik,” jawabnya lagi.

Ggrh…gregetan deh rasanya. Lalu ngapain dong aku ke dokter, kalo tiap ke dokter pulang nggak pernah dikasih obat. Paling enggak kasih vitamin keq! omelku dalam hati.
“Lalu Dok, buat batuknya gimana Dok? Batuknya tuh betul-betul terus-terusan,” kataku ngeyel.

Dengan santai si dokter pun menjawab,”Ya udah beli aja obat batuk Thyme syrop. Di toko obat juga banyak koq.”
Hmm…lumayan lah… kali ini aku pulang dari dokter bisa membawa obat, walau itu pun harus dengan perjuangan ngeyel setengah mati dan walau ternyata isi obat Thyme itu hanya berisi ekstrak daun thyme dan madu.

“Kenapa sih negara ini, katanya negara maju, tapi koq dokternya kayak begini.” Aku masih saja sering mengomel soal huisart kami kepada suamiku. Saat itu aku memang belum memiliki waktu untuk berintim-intim dengan internet. Jadi yang ada di kepalaku, cara berobat yang betul adalah seperti di Indonesia. Di Indonesia, anak-anakku punya langganan beberapa dokter spesialis anak. Dokter-dokter ini pernah menjadi dosenku ketika aku kuliah. Maklum, walaupun aku lulusan fakultas kedokteran, tapi aku malah tidak pede mengobati anakanakku sendiri. Dan walaupun anak-anakku hanya menderita penyakit sehari-hari yang umum terjadi pada anak seperti demam, batuk pilek, mencret, aku tetap membawa mereka ke dokter anak. Meski baru sehari, dua atau tiga hari mereka sakit, buru-buru mereka kubawa ke dokter. Tak pernah aku pulang tanpa obat. Dan tentu saja obat dewa itu, sang antibiotik, selalu ada dalam kantong plastik obatku.

Tak lama berselang putriku memang sembuh. Tapi sebulan kemudian ia sakit lagi. Batuk pilek putriku kali ini termasuk ringan, tapi hampir dua bulan sekali ia sakit. Dua bulan sekali memang lebih mendingan karena di Indonesia dulu, hampir tiap dua minggu ia sakit. Karena khawatir ada yang tak beres, lagi-lagi aku membawanya ke huisart.

“Dok anak ini koq sakit batuk pilek melulu ya, kenapa ya Dok.?

Setelah mendengarkan dada putriku dengan stetoskop, melihat tonsilnya, dan lubang hidungnya,huisart-ku menjawab,”Nothing to worry. Just a viral infection.”

Aduuuh Doook… apa nggak ada kata-kata lain selain viral infection seh! Lagilagi aku sebal.

“Tapi Dok, dia sering banget sakit, hampir tiap sebulan atau dua bulan Dok,” aku ngeyel seperti biasa.

Dokter tua yang sebetulnya baik dan ramah itu tersenyum. “Do you know how many times normally children get sick every year?”

Aku terdiam. Tak tahu harus menjawab apa. “enam kali,” jawabku asal.

“Twelve time in a year, researcher said,” katanya sambil tersenyum lebar. “Sebetulnya kamu tak perlu ke dokter kalau penyakit anakmu tak terlalu berat,” sambungnya.
Glek! Aku cuma bisa menelan ludah. Dijawab dengan data-data ilmiah seperti itu, kali ini aku pulang ke rumah dengan perasaan malu. Hmm…apa aku yang salah? Dimana salahnya? Ah sudahlah…barangkali si dokter benar, barangkali memang aku yang selama ini kurang belajar.

Setelah aku bisa beradaptasi dengan kehidupan di negara Belanda, aku mulai berinteraksi dengan internet. Suatu saat aku menemukan artikel milik Prof. Iwan Darmansjah, seorang ahli obat-obatan dari Fakultas Kedokteran UI. Bunyinya begini: “Batuk – pilek beserta demam yang terjadi sekali-kali dalam 6 – 12 bulan sebenarnya masih dinilai wajar. Tetapi observasi menunjukkan bahwa kunjungan ke dokter bisa terjadi setiap 2 – 3 minggu selama bertahun-tahun.” Wah persis seperti yang dikatakan huisartku, batinku. Dan betul anak-anakku memang sering sekali sakit sewaktu di Indonesia dulu.

“Bila ini yang terjadi, maka ada dua kemungkinan kesalahkaprahan dalam penanganannya,” Lanjut artikel itu. “Pertama, pengobatan yang diberikan selalu mengandung antibiotik. Padahal 95% serangan batuk pilek dengan atau tanpa demam disebabkan oleh virus, dan antibiotik tidak dapat membunuh virus. Di lain pihak, antibiotik malah membunuh kuman baik dalam tubuh, yang berfungsi menjaga keseimbangan dan menghindarkan kuman jahat menyerang tubuh. Ia juga mengurangi imunitas si anak, sehingga daya tahannya menurun. Akibatnya anak jatuh sakit setiap 2 – 3 minggu dan perlu berobat lagi.
Lingkaran setan ini: sakit –> antibiotik-> imunitas menurun -> sakit lagi, akan membuat si anak diganggu panas-batuk-pilek sepanjang tahun, selama bertahun-tahun.”

Hwaaaa! Rupanya ini lah yang selama ini terjadi pada anakku. Duuh…duuh..kemana saja aku selama ini sehingga tak menyadari kesalahan yang kubuat sendiri pada anak-anakku. Eh..sebetulnya..bukan salahku dong. Aku kan sudah membawa mereka ke dokter spesialis anak. Sekali lagi, mereka itu dosenku lho! Masa sih aku tak percaya kepada mereka. Dan rupanya, setelah di Belanda ‘dipaksa’ tak lagi pernah mendapat antibiotik untuk penyakit khas anak-anak sehari-hari, sekarang kondisi anak-anakku jauh lebih baik. Disini, mereka jadi jarang sakit, hanya diawal-awal kedatangan saja mereka sakit.

Kemudian, aku membaca lagi artikel-artikel lain milik prof Iwan Darmansjah. Dan di suatu titik, aku tercenung mengingat kata-kata ‘pengobatan rasional’. Lho…bukankah dulu aku juga pernah mendapatkan kuliah tentang apa itu pengobatan rasional. Hey! Lalu kemana perginya ingatan itu? Jadi, apa yang selama ini kulakukan, tidak meneliti baik-baik obat yang kuberikan pada anak-anakku, sedikit-sedikit memberi obat penurun panas, sedikit-sedikit memberi antibiotik, baru sehari atau dua hari anak mengalami sakit ringan seperti, batuk, pilek, demam, mencret, aku sudah panik dan segera membawa anak ke dokter, serta sedikit-sedikit memberi vitamin. Rupanya adalah tindakan yang sama sekali tidak rasional! Hmm… kalau begitu, sistem kesehatan di Belanda adalah sebuah contoh sistem yang menerapkan betul apa itu pengobatan rasional.

Belakangan aku pun baru mengetahui bahwa ibuprofen memang lebih efektif menurunkan demam pada anak, sehingga di banyak negara termasuk Amerika Serikat, ibuprofen dipakai secara luas untuk anakanak. Tetapi karena resiko efek sampingnya lebih besar, Belgia dan Belanda menetapkan kebijakan lain. Walaupun obat ibuprofen juga tersedia di apotek dan boleh digunakan untuk usia anak diatas 6 bulan, namun di kedua negara ini, parasetamol tetap dinyatakan sebagai obat pilihan pertama pada anak yang mengalami demam. “Duh, untung ya Yah aku nggak bilang ke huisart kita kalo aku ini di Indonesia adalah seorang dokter. Kalo iya malu-maluin banget nggak sih, ketauan begonya hehe,” kataku pada suamiku.

Jadi, bagaimana dengan para orangtua di Indonesia? Aku tak ingin berbicara terlalu jauh soal mereka-mereka yang tinggal di desa atau orang-orang yang terpinggirkan, ceritanya bisa lain. Karena kekurangan dan ketidakmampuan, untuk kasus penyakit anak sehari-hari, orang-orang desa itu malah relatif ‘terlindungi’ dari paparan obat-obatan yang tak perlu. Sementara kita yang tinggal di kota besar, yang cukup berduit, sudah melek sekolah, internet dan pengetahuan, malah kebanyakan selalu dokter-minded dan gampang dijadikan sasaran oleh perusahaan obat dan media. Batuk pilek sedikit ke dokter, demam sedikit ke dokter, mencret sedikit ke dokter. Kalau pergi ke dokter lalu tak diberi obat, biasanya kita malah ngomel-ngomel, ‘memaksa’ agar si dokter memberikan obat. Iklan-iklan obat pun bertebaran di media, bahkan tak jarang dokter-dokter ‘menjual’ obat tertentu melalui media. Padahal mestinya dokter dilarang mengiklankan suatu produk obat.

Dan bagaimana pula dengan teman-teman sejawatku dan dosen-dosenku yang kerap memberikan antibiotik dan obat-obatan yang tidak perlu pada pasien batuk, pilek, demam, mencret? Malah aku sendiri dulu pun melakukannya karena nyontek senior. Apakah manfaatnya lebih besar dibandingkan resikonya? Tentu saja tidak. Biaya pengobatan membengkak, anak malah gampang sakit dan terpapar obat yang tak perlu. Belum lagi bahaya besar jelas mengancam seluruh umat manusia: superbug, resitensi antibiotik! Tapi mengapa semua itu terjadi?

Duuh Tuhan, aku tahu sesungguhnya Engkau tak menyukai sesuatu yang sia-sia dan tak ada manfaatnya. Namun selama ini aku telah alpa. Sebagai orangtua, bahkan aku sendiri yang mengaku lulusan fakultas kedokteran ini, telah terlena dan tak menyadari semuanya. Aku tak akan eling kalau aku tidak menyaksikan sendiri dan tidak tinggal di negeri kompeni ini. Apalagi dengan masyarakat awam, para orangtua baru yang memiliki anak-anak kecil itu. Jadi bagaimana mengurai keruwetan ini seharusnya? Uh! Memikirkannya aku seperti terperosok ke lubang raksasa hitam. Aku tak tahu, sungguh!

Tapi yang pasti kini aku sadar…telah terjadi kesalahan paradigma pada kebanyakan kita di Indonesia dalam menghadapi anak sakit. Disini aku sering pulang dari dokter tanpa membawa obat. Aku ke dokter biasanya ‘hanya’ untuk konsultasi, memastikan diagnosa penyakit anakku dan penanganan terbaiknya, serta meyakinkan diriku bahwa anakku baik-baik saja.

Tapi di Indonesia, bukankah paradigma yang masih kerap dipegang adalah ke dokter = dapat obat? Sehingga tak jarang dokter malah tidak bisa bertindak rasional karena tuntutan pasien. Aku juga sadar sistem kesehatan di Indonesia memang masih ruwet. Kebijakan obat nasional belum berpihak pada rakyat. Perusahaan obat bebas beraksi‘ tanpa ada peraturan dan hukum yang tegas dari pemerintah. Dokter pun bebas meresepkan obat apa saja tanpa ngeri mendapat sangsi. Intinya, sistem kesehatan yang ada di Indonesia saat ini membuat dokter menjadi sulit untuk bersikap rasional.

Lalu dimana ujung pangkal salahnya? Ah rasanya percuma mencari-cari ujung pangkal salahnya. Menunjuk siapa yang salah pun tak ada gunanya. Tapi kondisi tersebut jelas tak bisa dibiarkan. Siapa yang harus memulai perubahan? Pemerintah, dokter, petugas kesehatan, perusahaan obat, tentu semua harus berubah. Namun, dalam kondisi seperti ini, mengharapkan perubahan kebijakan pemerintah dalam waktu dekat sungguh seperti pungguk merindukan bulan. Yang pasti, sebagai pasien kita pun tak bisa tinggal diam. Siapa bilang pasien tak punya kekuatan untuk merubah sistem kesehatan? Setidaknya, bila pasien ‘bergerak’, masalah kesehatan di Indonesia, utamanya kejadian pemakaian obat yang tidak rasional dan kesalahan medis tentu bisa diturunkan.
sumber : kaskus

Selasa, 26 November 2013

Victor Frankl

Viktor Frankl

“What man actually needs is not a tensionless state but rather the striving and struggling for some goal worthy of him. What he needs is not the discharge of tension at any cost, but the call of a potential meaning waiting to be fulfilled by him.” Victor Emil Frankl (1905 – 1997), Austrian neurologist, psychiatrist and Holocaust survivor, devoted his life to studying, understanding and promoting “meaning.” His famous book, Man’s Search for Meaning, tells the story of how he survived the Holocaust by finding personal meaning in the experience, which gave him the will to live through it. He went on to later establish a new school of existential therapy called logotherapy, based in the premise that man’s underlying motivator in life is a “will to meaning,” even in the most difficult of circumstances. Frankl pointed to research indicating a strong relationship between “meaninglessness” and criminal behaviors, addictions and depression. Without meaning, people fill the void with hedonistic pleasures, power, materialism, hatred, boredom, or neurotic obsessions and compulsions. Some may also strive for Suprameaning, the ultimate meaning in life, a spiritual kind of meaning that depends solely on a greater power outside of personal or external control.
Striving to find meaning in one’s life is the primary motivational force in man (Frankl 1992, p. 104).
While Frankl rarely touches on the topic of the pursuit of happiness, he is very concerned with satisfaction and fulfillment in life. We can see this in his preoccupation with addressing depression, anxiety and meaninglessness. Frankl points to research indicating a strong relationship between “meaninglessness” and criminal behavior, addiction and depression. He argues that in the absence of meaning, people fill the resultant void with hedonistic pleasures, power, materialism, hatred, boredom, or neurotic obsessions and compulsions (Frankl 1992, p. 143).
Frankl’s Background
Viktor Frankl was an Austrian neurologist and psychologist who founded what he called the field of “Logotherapy”, which has been dubbed the “Third Viennese School of Psychology” (following Freud and Alder). Logotherapy developed in and through Frankl’s personal experience in the Theresienstadt Nazi concentration camp. The years spent there deeply affected his understanding of reality and the meaning of human life. His most popular book, Man’s Search for Meaning, chronicles his experience in the camp as well as the development of logotherapy. During his time there, he found that those around him who did not lose their sense of purpose and meaning in life were able to survive much longer than those who had lost their way.
Logotherapy
In The Will to Meaning, Frankl notes that “logotherapy aims to unlock the will to meaning in life.” More often than not, he found that people would ponder the meaning of life when for Frankl, it is very clear that, “it is life itself that asks questions of man.” Paradoxically, by abandoning the desire to have “freedom from” we take the “freedom to” make the “decision for” one’s unique and singular life task (Frankl 1988, p. 16).
Logotherapy developed in a context of extreme suffering, depression and sadness and so it is not surprising that Frankl focuses on a way out of these things. His experience showed him that life can be meaningful and fulfilling even in spite of the harshest circumstances. On the other hand, he also warns against the pursuit of hedonistic pleasures because of its tendency to distract people from their search for meaning in life.
Meaning
Only when the emotions work in terms of values can the individual feel pure joy (Frankl 1986, p. 40).
In the pursuit of meaning, Frankl recommends three different courses of action: through deeds, the experience of values through some kind of medium (beauty through art, love through a relationship, etc.) or suffering. While the third is not necessarily in the absence of the first two, within Frankl’s frame of thought, suffering became an option through which to find meaning and experience values in life in the absence of the other two opportunities (Frankl 1992, p. 118).
Though for Frankl, joy could never be an end to itself, it was an important byproduct of finding meaning in life. He points to studies where there is marked difference in life spans between “trained, tasked animals,” i.e., animals with a purpose, than “taskless, jobless animals.” And yet it is not enough simply to have something to do, rather what counts is the “manner in which one does the work” (Frankl 1986, p. 125)
Responsibility
Human freedom is not a freedom from but freedom to (Frankl 1988, p. 16).
As mentioned above, Frankl sees our ability to respond to life and to be responsible to life as a major factor in finding meaning and therefore, fulfillment in life. In fact, he viewed responsibility to be the “essence of existence” (Frankl 1992, 114). He believed that humans were not simply the product of heredity and environment and that they had the ability to make decisions and take responsibility for their own lives. This “third element” of decision is what Frankl believed made education so important; he felt that education must be education towards the ability to make decisions, take responsibility and then become free to be the person you decide to be (Frankl 1986, p. xxv).
Individuality
Frankl is careful to state that he does not have a one-size-fits all answer to the meaning of life. His respect for human individuality and each person’s unique identity, purpose and passions does not allow him to do otherwise. And so he encourages people to answer life and find one’s own unique meaning in life. When posed the question of how this might be done, he quotes from Goethe: “How can we learn to know ourselves? Never by reflection but by action. Try to do your duty and you will soon find out what you are. But what is your duty? The demands of each day.” In quoting this, he points to the importance attached to the individual doing the work and the manner in which the job is done rather than the job or task itself (Frankl 1986, p. 56).
Techniques
Frankl’s logotherapy utilizes several techniques to enhance the quality of one’s life. First is the concept of paradoxical Intention, wherethe therapist encourages the patient to intend or wish for, even if only for a second, precisely what they fear. This is especially useful for obsessive, compulsive and phobic conditions, as well as cases of underlying anticipatory anxiety.
The case of the sweating doctor
A young doctor had major hydrophobia. One day, meeting his chief on the street, as he extended his hand in greeting, he noticed that he was perspiring more than usual. The next time he was in a similar situation he expected to perspire again, and this anticipatory anxiety precipitated excessive sweating. It was a vicious circle … We advised our patient, in the event that his anticipatory anxiety should recur, to resolve deliberately to show the people whom he confronted at the time just how much he could really sweat.A week later he returned to report that whenever he met anyone who triggered his anxiety, he said to himself, “I only sweated out a little before, but now I’m going to pour out at least ten litres!” What was the result of this paradoxical resolution? After suffering from his phobia for four years, he was quickly able, after only one session, to free himself of it for good. (Frankl, 1967)
Dereflection
Another technique is that of dereflection, whereby the therapist diverts the patients away from their problems towards something else meaningful in the world. Perhaps the most commonly known use of this is for sexual dysfunction, since the more one thinks about potency during the sexual act, the less likely one is able to achieve it.
The following is a transcript from Frankl’s advice to Anna, 19-year old art student who displays severe symptoms of incipient schizophrenia. She considers herself as being confused and asks for help.
Patient: What is going on within me?
Frankl: Don’t brood over yourself. Don’t inquire into the source of your trouble. Leave this to us doctors. We will steer and pilot you through the crisis. Well, isn’t there a goal beckoning you – say, an artistic assignment?
Patient: But this inner turmoil ….
Frankl: Don’t watch your inner turmoil, but turn your gaze to what is waiting for you. What counts is not what lurks in the depths, but what waits in the future, waits to be actualized by you….
Patient: But what is the origin of my trouble?
Frankl: Don’t focus on questions like this. Whatever the pathological process underlying your psychological affliction may be, we will cure you. Therefore, don’t be concerned with the strange feelings haunting you. Ignore them until we make you get rid of them. Don’t watch them. Don’t fight them. Imagine, there are about a dozen great things, works which wait to be created by Anna, and there is no one who could achieve and accomplish it but Anna. No one could replace her in this assignment. They will be your creations, and if you don’t create them, they will remain uncreated forever…
Patient: Doctor, I believe in what you say. It is a message which makes me happy.
Discernment of Meaning
Finally, the logotherapist tries to enlarge the patient’s discernment of meaning in at least three ways: creatively, experientially and attitudinally.
a) Meaning through creative values
Frankl writes that “The logotherapist’s role consists in widening and broadening the visual field of the patient so that the whole spectrum of meaning and values becomes conscious and visible to him”. A major source of meaning is through the value of all that we create, achieve and accomplish.
b) Meaning through experiential values
Frankl writes “Let us ask a mountain-climber who has beheld the alpine sunset and is so moved by the splendor of nature that he feels cold shudders running down his spine – let us ask him whether after such an experience his life can ever again seem wholly meaningless” (Frankl,1965).
c) Meaning through attitudinal values
Frankl argued that we always have the freedom to find meaning through meaningful attitudes even in apparently meaningless situations. For example, an elderly, depressed patient who could not overcome the loss of his wife was helped by the following conversation with Frankl:
Frankl asked “What would have happened if you had died first, and your wife would have had to survive you.”
“Oh,” replied the patient, “for her this would have been terrible; how she would have suffered!”
Frankl continued, “You see such a suffering has been spared her; and it is you who have spared her this suffering; but now, you have to pay for it by surviving her and mourning her.” The man said no word, but shook Frankl’s hand and calmly left his office (Frankl, 1992).

THE WILL TO MEANING
“Meaning” is what man is really seeking in life; it is not “pleasure;” it is not “power” as Freud and Adler postulated, respectively. Viktor Frankl speak about meaning in three different contexts:
1) the meaning of the moment
2) the will to meaning
3) ultimate meaning
The meaning of the moment:
By this we must understand that life asks us questions. We must stop and think, What is life asking of me now? How do I answer life’s demands and meet its challenges? Where can we turn for advice?
The meaning of life:
As previously stated, the search for meaning in life is the primary motivation for living, according the V. Frankl..
According to Viktor Frankl, when life has no meaning, we live in an “existential vacuum,” a state pervaded by a sense of meaninglessness. With time, this progresses first to an existential frustration and then to a noogenic neurosis.
Conclusion
Frankl’s surprising resilience amidst his experiences of extreme suffering and sadness speaks to how his theories may have helped him and those around him. As the alarming suicide and depression rates among young teenagers and adults in the United States continue, his call to answer life’s call through logotherapy may be a promising resource.
Bibliography
Frankl, Victor (1992). Man’s Search for Meaning. (4th ed.). Boston, MA: Beacon Press.
Frankl, Victor (1986). The Doctor and the Soul. (3rd ed.). New York, NY: Vintage Books.
Frankl, Victor (1967). Psychotherapy and Existentialism. New York, NY: Washington Square Press.
Frankl, Victor (1988). The Will to Meaning: Foundations and Applications of Logotherapy. New York, NY: Penguin Books.
Frankl, Victor (2000). Recollections: An Autobiography. New York, NY: Perseus Books.
Recommended reading:
The Unheard Cry for Meaning: Psychotherapy and Humanism (Touchstone Books)
The Will to Meaning: Foundations and Applications of Logotherapy (Meridian)

Senin, 25 November 2013

Sekilas tentang Kebahagiaan

Kebahagiaan merupakan kata dan keadaan yang termasuk paling dicari dalam kehidupan manusia.orang bijak menyebutnya sebagai kebajikan,artinya kebajikan itu adalah kebahagiaan.Victor Frankl menyebutnya keadaan diluar diri yang tidak bisa ditangkap namun merupakan suatu sensasi.Dan banyak pendapat lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu.Namun,menurut saya adalah menarik syarat apa yang bisa dikategorikan sebagai kebahagiaan :
1. Kebahagiaan harus bersifat universal/impersonal artinya apa yang dinamakan oleh kita sebagai bentuk kebahagiaan mestinya tidak hanya dimiliki /dialami oleh satu orang saja.Contohnya: Nikmat hidup.
2. kebahagiaan harus bersifat hakiki/kekal,tidak terikat waktu(timeless).Jikalau suatu kejadian/keadaan dinamakan sebagai kebahagiaan maka saat ini dan dimasa mendatang juga harus bisa dirasakan sebagai kebahagiaan.Contohnya: Kebahagiaan dalam hidup damai dan bebas.
3.kebahagiaan harus bersifat universal/tidak terikat jarak/tempat/domisili dimana kita berada.Contohnya: apa yang dinamakan sebuah kebahagiaan dimasyarakat pedesaan pastilah merupakan kebahagiaan bagi orang yang tinggal diperkotaan.
4.Kebahagiaan tidak terikat benda/ujud,maupun merupakan suatu keadaan yang bisa diprediksi/terka.Hal ini bisa relatif karena jikalau berujud maka ketika ujud tersebut hilang maka kebahagiaan akan hilang,atau jikalau tergantung pada suatu kondisi atau keadaan tertentu seperti tertawa atau senang maka itu pastilah bukan kebahagiaan tetapi kesenangan.
itulah kebahagiaan,namun sebelum tercapai semua ada usaha-usaha/syarat-syarat yang wajib dimiliki jikalau ingin kebahagiaan itu dapat dirasakan,dilihat, disentuh ataupun didengar sebagai respon dari indera kita.Dimana indera kita sebagai sarana untuk dapat mewujudkannya.
Jadi menurut saya kebahagiaan pastilah erat dengan usaha bukan hanya sensasi kesenangan saja,lebih dalam hal tersebut menyangkut makna,tujuan hidup dan nilai kebaikan,kecerdasan maupun kasih sayang diantaranya seperti:
1.Kebahagiaan memandang orang orang yang kita cintai (seperti orang tua,Istri/suami kita) dengan penuh kasih sayang.
2.kebahagiaan membantu orang lain dengan ikhlas tanpa mengorbankan integritas kita.
3.kebahagiaan untuk hidup dalam iman dan taqwa.
4.Kebahagiaan dalam hidup sehat dan bersyukur kepada-Nya.
5.Kebahagiaan karena lebih mementingkan cinta dan kasih sayang ketimbang perang dan permusuhan dengan proporsional.
6.Kebahagiaan menemukan makna disetiap kejadian baik suka ataupun susah dengan tetap bersyukur.
7.kebahagiaan ketika melewati ujian dan cobaan hidup dengan sebaik-baiknya.
8.Kebahagiaan untuk sabar dan istiqomah dalam hidup meskipun mengorbankan pekerjaan,pertemanan dan juga materi ataupun kesenangan.
9.Menyakini bahwa kesusahan dan kesenangan ,kesuksesan dan kegagalan bersifat relatif.yang terpenting adalah Iman,kesabaran,integritas dan kebajikan maupun kasih sayang- selebihnya hanya perjalanan kita untuk mencapai kehidupan yang hakiki di miniatur kehidupan ini.

The effect masturbation by Dr.Sayeed Ahmeed


some of the effects masturbation:
  1. The nervous system is affected the most.
  2. Besides the heart, the digestive system, the urinary system as well as the other systems are adversely affected and consequently the whole body becomes the museum of diseases with profound weakness.
  3. The eyes become sunken, the cheek bones protrude and there is a black rim round the eyes.
  4. Continuous headache and backache.
  5. Dizziness and loss of memory.
  6. Palpitation of heart on lightest exertion.
  7. Nervousness.
  8. Unable to perform any heavy physical or mental work.
  9. The person dislikes any company and activities and rather likes to sit in seclusion and suffers from weakness.
  10. All the senses are impaired.
  11. Vision becomes dim, the tongue begins to stammer and ears tend to become deaf etc.
  12. Lastly T. B. or insanity or some other serious disease catch hold of the victim to lead his life to a close.
  13. Impotency.

Jumat, 22 November 2013

Arti dan makna kebahagiaan

INILAH MAKNA BAHAGIA…
Bahagia itu fitrah tabie manusia. Semua orang ingin bahagia. Jika ada manusia yang berkata, alangkah bahagianya kalau aku tidak bahagia, dia layak dihantar ke Hospital Bahagia. Kenapa? Sudah tentu orang itu tidak siuman lagi. Manusia yang siuman sentiasa ingin dan mencari bahagia. Bahkan, apa sahaja yang diusahakan dan dilakukan oleh manusia adalah untuk mencapai bahagia.

• Bahagia itu relatif?

Malangnya, keinginan manusia untuk bahagia sering tidak kesampaian. Ini disebabkan ramai manusia tidak tahu apa makna bahagia sebenarnya dan mereka juga tidak tahu bagaimanakah caranya untuk mendapatkannya. Jika kita mencari sesuatu yang tidak diketahui dan dikenali, sudah pasti kita tidak akan menemuinya. Oleh itu, usaha mencari kebahagiaan itu mestilah bermula dengan mencari apa erti kebahagiaan itu terlebih dahulu.
Apakah erti bahagia? Ada yang beranggapan erti bahagia itu relatif. Ia berubah-ubah dan berbeza antara seorang individu dengan yang lain. Bagi yang sakit, sihat itu dirasakan bahagia. Tetapi apabila sudah sihat, kebahagiaan itu bukan pada kesihatan lagi. Sudah beralih kepada perkara yang lain lagi. Bagi golongan ini kebahagiaan itu adalah satu “moving target” yang tidak spesifik ertinya.  
Ada pula golongan pesimis. Mereka beranggapan bahawa tidak ada bahagia di dunia ini. Hidup adalah untuk menderita. Manusia dilahirkan bersama tangisan, hidup bersama tangisan dan akan dihantar ke kubur dengan tangisan. Bahagia adalah satu utopia, ilusi atau angan-angan. Ia tidak ujud dalam realiti dan kenyataan.
Sumber dalaman atau luaran?
Sebelum mendapat jawapan tentang erti kebahagiaan yang sebenar, mesti dipastikan sumber kebahagiaan itu. Ia datang dari mana? Apakah bahagia itu datang dari luar ke dalam (outside-in) atau dari dalam ke luar (inside-out)?
Ramai yang merasakan bahawa bahagia itu bersumber dari faktor luaran. Ia bersumber daripada harta, kuasa, rupa, nama dan kelulusan yang dimiliki oleh seseorang. Golongan ini merasakan jika berjaya menjadi hartawan, negarawan, bangsawan, rupawan, kenamaan dan cendekiawan maka secara automatik bahagialah mereka.
Atas keyakinan itu ramai yang berhempas pulas dan sanggup melakukan apa sahaja untuk memiliki harta, kuasa dan lain-lain lagi. Kita tidak bahaskan mereka yang miskin, hodoh, tidak popular dan bodoh, lalu gagal merasakan bahagia tetapi mari kita tinjau apakah hidup para hartawan, rupawan, bangsawan, kenamaan dan cendekiawan itu bahagia?
Realiti hidup jutawan, rupawan dan selebriti.
Realitinya, sudah menjadi “rules of life” (sunatullah), manusia tidak mendapat semua yang diingininya. Tidak ada seorang manusia pun yang dapat mengelakkan diri daripada sesuatu yang tidak disenanginya. Hidup adalah satu ujian yang menimpa semua manusia, tidak kira kedudukan, harta dan pangkatnya. Firman Allah:
“Dijadikan mati dan hidup adalah untuk menguji manusia siapakah yang terbaik amalannya.” Al Mulk.
Si kaya mungkin memiliki harta yang berjuta, tetapi mana mungkin dia mengelakkan diri daripada sakit, tua dan mati? Inilah yang berlaku kepada Cristina Onasis pewaris kekayaan ayahnya Aristotle Onasis, yang mati pada usia yang masih muda walaupun memiliki harta yang berbilion dollar. Mereka yang rupawan, tidak boleh mengelakkan diri daripada cercaan. Madonna, Paris Hilton (sekadar menyebut berapa nama) pernah dikutuk akibat kelakuan buruk masing-masing. Lady Diana yang memiliki semua pakej kelebihan wanita idaman akhirnya mati dalam keadaan yang tragis dan menyedihkan sekali.
John Lenon tidak dapat mengelakkan diri daripada dibunuh walaupun dirinya dipuja oleh jutaan peminat. Elizabeth Taylor pula sedang membilang usia yang kian meragut kecantikan dan potongan badannya. Itu belum dikira lagi nasib malang yang menimpa negarawan dan bangsawan tersohor seperti Al Malik Farouk (Masir), Shah Iran (Iran), Ferdinand Marcos (Filipina), Louis XVI (Perancis), Tsar (Rusia) dan lain-lain lagi. Tegasnya, kesakitan, cercaan, dijatuhkan dan lain-lain ujian hidup telah menumpaskan ramai hartawan, rupawan, negarawan dan cendekiawan dalam perlumbaan mencari kebahagiaan.
• Bukti hilangnya bahagia.
Apa buktinya, mereka hilang bahagia? Tidak payah kita berhujah menggunakan Al Quran dan Al Hadis, melalui paparan media massa sahaja sudah cukup menjadi bukti betapa tidak bahagianya mereka yang memiliki segala-galanya itu. Aneh, apabila selebriti dari Hollywood, yakni mereka yang memiliki rupa yang cantik, harta yang berbilion dolar, nama yang tersohor tetapi dilanda pelbagai masalah kronik. Senarai nama yang berkenaan cukup panjang …
Mereka yang terlibat dengan arak, rumah tangga cerai berai, dadah, jenayah, sakit jiwa dan bunuh diri ini sudah tentu tidak bahagia. Jika mereka bahagia dengan nama, harta dan rupa yang dimiliki tentulah mereka tidak akan terlibat dengan semua kekacauan jiwa dan kecelaruan peribadi itu. Tentu ada sesuatu yang “hilang” di tengah lambakan harta, rupa yang cantik dan nama yang popular itu.
• Ujian hidup punca hilang bahagia?
Mari kita lihat persoalan ini lebih dekat. Apakah benar ujian hidup menghilangkan rasa bahagia dalam kehidupan ini? Apakah sakit, usia tua, cercaan manusia, kemiskinan, kegagalan, kekalahan dan lain-lain ujian hidup menjadi sebab hilangnya bahagia? Jawabnya, tidak!
Jika kita beranggapan bahawa ujian hidup itu penyebab hilangnya bahagia maka kita sudah termasuk dalam golongan pesimis yang beranggapan tidak ada kebahagiaan di dunia. Mengapa begitu? Kerana hakikatnya hidup adalah untuk diuji. Itu adalah peraturan hidup yang tidak boleh dielakkan. Sekiranya benar itu penyebab hilangnya bahagia, maka tidak ada seorang pun manusia yang akan bahagia kerana semua manusia pasti diuji.
Atas dasar itu, ujian hidup bukan penyebab hilangnya bahagia. Sebagai perumpamaannya, jika air limau nipis diletakkan di atas tangan yang biasa, maka kita tidak akan berasa apa-apa. Sebaliknya, jika air limau itu dititiskan di atas tangan yang luka maka pedihnya akan terasa. Jadi apakah yang menyebabkan rasa pedih itu? Air limau itu kah atau tangan yang luka itu? Tentu jawapannya, luka di tangan itu.
• Metafora air limau dan luka di tangan
Air limau itu adalah umpama ujian hidup, manakala tangan yang luka itu ialah hati yang sakit. Hati yang sakit ialah hati yang dipenuhi oleh sifat-sifat mazmumah seperti takbur, hasad dengki, marah, kecewa, putus asa, dendam, takut, cinta dunia, gila puji, tamak dan lain-lain lagi. Ujian hidup yang menimpa diri hakikatnya menimbulkan sahaja sifat mazmumah yang sedia bersarang di dalam hati. Bila diuji dengan cercaan manusia, timbullah rasa kecewa, marah atau dendam. Bila diuji dengan harta, muncullah sifat tamak, gila puji dan takbur.
Justeru, miskin, cercaan manusia dan lain-lain itu bukanlah penyebab hilang bahagia tetapi rasa kecewa, marah dan tidak sabar itulah yang menyebabkannya. Pendek kata, ujian hidup hakikatnya hanya menyerlahkan sahaja realiti hati yang sudah tidak bahagia lama sebelum ia menimpa seseorang.
Dengan segala hujah di atas terbuktilah bahawa pendapat yang mengatakan bahagia itu datang dari luar ke dalam adalah tertolak sama sekali. Ini kerana faktor “kesihatan” hati jelas lebih dominan dalam menentukan bahagia atau tidaknya seseorang berbanding segala faktor luaran. Ini secara tidak langsung menunjukkan bahawa kebahagiaan itu datang dari dalam ke luar – soal hati.
• Inilah erti bahagia
Secara mudah kebahagiaan itu ialah memiliki hati yang tenang dalam menghadapi apa jua ujian dalam kehidupan. Inilah erti bahagia yang sebenar selaras petunjuk Allah di dalam Al Quran. Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingati Allah, hati akan menjadi tenang.” Al Ra’du 28.
Rasulullah S.A.W. juga telah bersabda:
” Bahawasanya di dalam tubuh badan manusia ada seketul daging. Apabila ia baik, baik pulalah seluruh badan, tetapi apabila ia rosak maka rosak pulalah seluruh badan. Ingatlah ia adalah hati. ” (riwayat Bukhari Muslim)
Rasulullah S.A.W bersabda lagi:
” Bukanlah kekayaan itu dengan banyaknya harta benda tetapi kekayaan itu sebenarnya ialah kaya hati “
Kaya hati bermaksud hati yang tenang, lapang dan merasa cukup dengan apa yang dimiliki – bersyukur dengan apa yang ada, sabar dengan apa yang tiada.
Oleh itu hati perlu dibersihkan serta dipulihara dan dipelihara “kesihatannya” agar lahir sifat-sifat mazmumah seperti amanah, sabar, syukur, qanaah, reda, pemaaf dan sebagainya. Kemuncak kebahagiaan ialah apabila hati seseorang mampu mendorong pemiliknya melakukan kebaikan dan menghindari kejahatan dan larangan yang ditentukan oleh Islam dengan mudah dan secara “auto pilot”.
KAEDAH MENCARI BAHAGIA MENURUT AL QURAN DAN AS SUNAH:
1. Beriman dan beramal salih.
“Siapa yang beramal salih baik laki-laki ataupun perempuan dalam keadaan ia beriman, maka Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan membalas mereka dengan pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan.” (An-Nahl: 97)
Ibnu ‘Abbas RA meriwayatkan bahawa sekelompok ulama mentafsirkan bahawa kehidupan yang baik (dalam ayat ini) ialah rezeki yang halal dan baik (halalan tayyiban). Sayidina Ali pula mentafsirkannya dengan sifat qana’ah (merasa cukup). Ali bin Abi Thalhah dari Ibnu ‘Abbas, meriwayatkan bahawa kehidupan yang baik itu adalah kebahagiaan.
2. Banyak mengingat Allah .
Dengan berzikir kita akan mendapat kelapangan dan ketenangan sekali gus bebas daripada rasa gelisah dan gundah gulana. Firman Allah:
“Ketahuilah dengan mengingat (berzikir) kepada Allah akan tenang hati itu.” (Ar-Ra’d: 28)
3. Bersandar kepada Allah.
Dengan cara ini seorang hamba akan memiliki kekuatan jiwa dan tidak mudah putus asa dan kecewa. Allah berfirman:
“Siapa yang bertawakal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya.” (Ath-Thalaq: 3)
4. Sentiasa mencari peluang berbuat baik.
Berbuat baik kepada makhluk dalam bentuk ucapan mahupun perbuatan dengan ikhlas dan mengharapkan pahala daripada Allah akan memberi ketenangan hati.
Firman-Nya:
“Tidak ada kebaikan dalam kebanyakan bisikan-bisikan mereka kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh ( manusia) untuk bersedekah atau berbuat kebaikan dan ketaatan atau memperbaiki hubungan di antara manusia. Barang siapa melakukan hal itu karena mengharapkan keredaan Allah, nescaya kelak Kami akan berikan padanya pahala yang besar.” (An-Nisa: 114)
5. Tidak panjang angan-angan tentang masa depan dan tidak meratapi masa silam.
Fikir tetapi jangan khuatir. Jangan banyak berangan-angan terhadap masa depan yang belum pasti. Ini akan menimbulkan rasa gelisah oleh kesukaran yang belum tentu datang. Juga tidak terus meratapi kegagalan dan kepahitan masa lalu karena apa yang telah berlalu tidak mungkin dapat dikembalikan semula. Rasulullah SAW bersabda: “Bersemangatlah untuk memperoleh apa yang bermanfaat bagi mu dan minta tolonglah kepada Allah dan janganlah lemah. Bila menimpa mu sesuatu (dari perkara yang tidak disukai) janganlah engkau berkata: “Seandainya aku melakukan ini nescaya akan begini dan begitu,” akan tetapi katakanlah: “Allah telah menetapkan dan apa yang Dia inginkan Dia akan lakukan,” karena sesungguhnya kalimat ‘seandainya’ itu membuka amalan syaitan.” (HR. Muslim)
6. Melihat “kelebihan” bukan kekurangan diri.
Lihatlah orang yang di bawah dari segi kehidupan dunia, misalnya dalam kurniaan rezeki karena dengan begitu kita tidak akan meremehkan nikmat Allah yang diberikan Allah kepada kita. Rasulullah SAW bersabda:
“Lihatlah orang yang di bawah kamu dan jangan melihat orang yang di atas kamu karena dengan (melihat ke bawah) lebih pantas untuk kamu tidak meremehkan nikmat Allah yang dilimpahkan-Nya kepada kamu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

7. Jangan mengharapkan ucapan terima kasih manusia.

Ketika melakukan sesuatu kebaikan, jangan mengharapkan ucapan terima kasih ataupun balasan manusia. Berharaplah hanya kepada Allah. Kata bijak pandai, jangan mengharapkan ucapan terima kasih kerana umumnya manusia tidak pandai berterima kasih. Malah ada di antara hukama berkata, “sekiranya kita mengharapkan ucapan terima kasih daripada manusia nescaya kita akan menjadi orang yang sakit jiwa!”. Firman Allah:
“Kami memberi makan kepada kalian hanyalah karena mengharap wajah Allah, kami tidak menginginkan dari kalian balasan dan tidak pula ucapan terima kasih.” (Al Insan: 9)
ZIKRULLAH YANG MEMBAWA BAHAGIA
Ketenangan itu dicapai melalui zikrullah. Zikrullah akan memberi ketenangan buat hati. Ketenangan hati itulah kebahagiaan sebenar. Tetapi kenapa ada orang yang berzikir tetapi hati tidak ataupun belum tenang? (Untuk mendapat jawapannya, tolong rujuk kembali entri dalam blog ini dalam tajuk: Mencari Ketenangan Hati)
Hati adalah sumber dari segala-galanya dalam hidup kita, agar kehidupan kita baik dan benar, maka kita perlu menjaga kebersihan hati kita. Jangan sampai hati kita kotori dengan hal-hal yang dapat merosak kehidupan kita apalagi sampai merosak kebahagiaan hidup kita di dunia ini dan di akhirat nanti.
Ingatlah, untuk menjaga kebersihan hati, (selalin berzikir) kita perlu menjaga penglihatan, pendengaran, fikiran, ucapan kita dari hal-hal yang dilarang oleh Allah SWT. Dengan menjaga hal-hal tersebut kita dapat menjaga kebersihan hati kita. Dengan hati yang bersih kita gapai kebahagiaan dunia dan akhirat.  Jadi berhati-hatilah menjaga hati kerana ia adalah punca ketenangan dan kebahagiaan diri!
Kita harus melatih hati kita supaya sentiasa berniat baik dan inginkan sesuatu yang baik. Sentiasa riang, gembira dan tenang dengan setiap pekerjaan yang dilakukan. Sentiasa melakukan kerja amal, tolong menolong, bergotong royong, sentiasa bercakap benar, sopan dan hidup dengan berkasih sayang antara satu dengan lain.
Marilah kita bersihkan hati kita dari segala kotorannya dengan memperbanyak mendekatkan diri kepada Allah SWT dan memperbanyak doa agar Allah SWT mengurniakan kita hati yang bersih dan selalu dekat dengan-Nya. Itulah beberapa hal yang mungkin dapat kita jadikan landasan untuk mencari kebahagiaan hidup di dunia ini dan juga sebagai bekal untuk menghadapi kehidupan akhirat nanti.
Sebenarnya kebahagiaan hidup yang hakiki dan ketenangan hanya didapatkan dalam agama Islam yang mulia ini. Sehingga yang dapat hidup bahagia dalam erti yang sebenarnya hanyalah orang-orang yang berpegang teguh dengan agama.

jika kita dipalak preman

1. Gertak Balik

Preman bekerja dengan prinsip mirip anjing penjaga, anjing gonggong dulu untuk menggertak lawan. Bila yg digertak ga takut, biasanya mereka yg akan gantian jiper. Nah berarti ini persoalan mental. alo ada yg malak lewat gertakan, gertak balik! Kl ga punya nyali, minimal tunjukkin kalo qt ga gentar sedikitpun thd gertakan tsb. Tapi inget, ini harus dilihat dulu kondisinya. Kalo yg menggertak 1 kompi mending ga usah banyak cingcong...

2.BELAJAR BELA DIRI

Persiapkan diri agan/sista dengan ilmu bela diri. Ngga perlu secanggih Bruce Lee, cukup dasar2 aja. Syukur2 kalo agan/sista niat sampe tingkat advance ataupun komersil...Ilmu bela diri itu lebih mirip tabungan, dipake utk jaga2. Efeknya ke mental qt. Dengan berbekal ilmu bela diri, rasa pede akan memancar sehingga preman pun enggan mendekat apalagi memalak...Kl mental belum mateng, ya boleh dicoba utk selalu pake seragam tae kwon do atau pencak silat kemanapun agan/sista bepergian..

3.HINDARI TEMPAT NGGA AMAN

Musuh jangan dicari, kalo ada jangan dihindari. Itulah prinsip jantan..katanya??!! Tapi kalo qt bisa menghindari konflik tentunya akan jauh lebih baik. Intinya kalo qt tahu digang itu banyak preman ywdh,,,jangan lwt situ donk...

4.LIHAT SIKON

Yang membedakan orang pemberani n nekad adalah tahu kapan harus bertindak atau harus menghindar. Kalo dipalak sama 1 orang n badannya kecil...LAWAN!! Tapi kl premannya segede kulkas 2 pintu, bawa2 golok, trus dibelakangnya dibeking 4 orang yg sama gedenya,,,mending ngacir

5.BERPURA2

Kl agan/sista disamperin preman, coba deh pura2 jadi buta, bisu, atau jadi banci. Premannya pun (mudah2an) jd males malak, bisa2 malah kasian ma ente n bisa juga justru agan/sista yg dikasih duit...

6.NGAKU2

Ngaku2 anak tempat yg terkenal isinya preman semua atau ditakuti banyak orang. Misalkan dipalak di terminal, bilang aja kl agan anak komplek militer dekat situ Dengan begitu si preman pun akan jiper duluan krn beresiko balasan yg mungkin menanti??

7.JANGAN MENCOLOK

Jangan pake barang2 mahal, nenteng2 handphone keluaran terbaru, apalagi melambai2kan duit didepan umum. Jangan pula pasang tampang o'on + bingung + NORAX + najis dimanapun agan/sista berada -- skalipun agan baru pertamax ktmpt tersebut - Pemalak itu mirip copet, senang mengincar orang yg kelihatan o'on, lengah, n over dalam bertingkah laku. Kl qt tampil santai, standar, n kelihatan waspada sepanjang waktu, biasanya resiko ini akan terminimalisasi dg sendirinya...

8.RAJIN2LAH BEROLAHRAGA

Kalo badan sehat, nafas kuat. Dengan nafas kuat ini qt bisa lari secepet2nya dan sekencang2nya...Inilah trik terakhir yg tersisa..

Semoga 8 tips ini bermanfaat...sumber : kaskus

mengatasi mata lelah didepan komputer

RTRWBLOG - Cara agar mata tidak cepat lelah saat di depan komputer
Apakah anda adalah orang yang setiap harinya harus bergelut dengan komputer atau laptop setiap harinya? Saat ini, memang sudah menjadi kebutuhan, bahwa komputer atau laptop djadikan sebagai salah satu andalan dalam menyelesaikan berbagai pekerjaan atau tugas. Begitu mudahnya bekerja dengan komputer, sehingga pekerjaan yang pada jaman dahulu mungkin tidak mungkin dilakukan atau dilakukan dan diselesaikan dalam jangka waktu yang lama, maka saat ini akan sangat cepat diselesaikan dengan bantuan komputer.
cara agar mata tidak cepat lelah saat di depan komputer
Bekerja didepan komputer memang mau tidak mau anda akan berhadapan langsung dengan layar monitor yang menjadi pusat perhatian saat bekerja. Dengan monitor, anda bisa dengan mudah melihat secara langsung apa yang ditampilkan oleh komputer atau laptop anda. Dengan salah satu konsekuensi yaitu mata anda akan menghadapi beberapa masalah atau kendala, seperti misalnya mata menjadi lelah, terkena terpaan radiasi dari layar monitor dan lain sebagainya.
Mari, kita fokuskan pada permasalahan lelahnya mata saat harus berada / berlama-lama didepan layar monitor. Ini sangat perlu untuk anda perhatikan, karena, mata adalah salah satu indera yang sangat vital dalam tubuh manusia, sangat vital sekali fungsi dari mata ini, yaitu untuk melihat. Bayangkan, jika sampai mata anda bermasalah gara-gara sering berada didepan komputer.
Biasanya, jika berada lama didepan komputer, mata akan merasakan kondisi lelah. Ini sangat wajar, yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana kiat atau tips/cara yang ampuh agar mata tidak cepat lelah saat didepan komputer. Ini akan sangat berguna bagi anda yang memang setiap harinya harus bergelut dengan yang namanya komputer.
Ingin tahu tips-tipsnya? Anda bisa menyimaknya dibawah ini.
1. Cobalah sesekali melihat sebuah obyek yang jauh
Salah satu cara yang bisa anda coba adalah dengan merefresh mata anda dengan cara melihat jauh. Saat didepan komputer, mata anda dipaksa untuk melihat dengan jarak yang dekat ke monitor. Kondisi ini akan membuat mata anda terasa lelah. Nah, untuk mensiasatinya, anda bisa mencoba trik ini, yaitu dengan mencoba melihat sebuah benda atau memandang ke sekitar yang jauh. Bebas, anda bisa mengalihkan pandangan anda dari monitor dalam jangka waktu tertentu, agar mata anda bisa sedikit menyeimbangkan dan lebih rleks. Cara ini bisa sedikit membantu anda untuk mengatasi sekaligus mencegah mata yang cepat lelah saat didepan komputer.
2. Coba atur posisi duduk anda saat berada di depan komputer
Pilihlah tempat duduk berupa kursi yang ada senderannya. Ini akan membantu punggung dan tulang belakang anda tetap tegak dan nyaman saat anda harus bekerja didepan komputer. Secara tidak langsung, posisi duduk yang nyaman dan tepat akan membantu mata anda untuk bisa terhindar dari kelelahan/ cepat lelah. Atur senyaman mungkin posisi duduk anda. Posisi duduk yang bagus adalah dengan posisi duduk yang tegak, pundak lurus, punggung lurus dengan tetap bersender pada penyangga yang ada di kursi anda. Coba anda praktekkan, kondisi ini akan membantu mata anda untuk tidak cepat lelah.
3. Istirahatlah jika memang lelah
Tenaga manusia ada batasnya, begitu juga dengan mata kita. Saat berada di depan komputer dalam jangka waktu lama, maka anda membutuhkan sebuah jeda. Nah, jeda ini memang perlu anda lakukan agar anda bisa beristirahat. Jangan anda paksakan untuk tetap bekerja saat tubuh dan mata anda sudah merasa lelah. 
Cobalah sebuah trik, yaitu dengan beristirahat selama kurang lebih 20-30 menit. Jeda dengan durasi ini, maka akan mebuat tubuh dan mata anda akan kembali segar dan terbebas dari lelah. Nah, jika dirasa sudah kembali fresh, maka anda bisa kembali bekerja lagi didepan komputer anda. Anda juga bisa memanfaatkan tes mata ringan atau dengan cara membasuh muka anda dengan air, agar menghilangkan rasa kantuk yang mungkin mendera anda/mata anda. 
4. Memijat mata dengan lembut
Salah satu trik yang juga bisa anda lakukan agar mata anda tidak cepat lelah adalah dengan cara / teknik pemijatan. Trik ini bisa anda lakukan sendiri. Pijat dengan halus dan lembut kelopak mata anda dengan catatan pejamkan mata anda saat memijat. Bagian dahi juga bisa anda pijat. Nah, cara ini akan membuat mata anda menjadi lebih rileks dan segar kembali. Bagaimana dengan durasi pemijatan? Ini bisa anda atur sendiri, tidak usah lama, cukup 10-20 detik saja anda melakukan pijatan ini. Jika ingin lebih lama lagi, silahkan. Selamat mencoba, semoga tips ini manjur.
5. Cobalah untuk banyak mengedipkan mata anda
Banyak berkedip akan membuat selaput mata anda tetap dalam kondisi basah. Karena, jika sampai kering, maka bisa terjadi iritasi. Ini sangat mungkin terjadi ketika anda berlama-lama didepan monitor komputer. Cukup lakukan saja trik ini, banyaklah berkedip. Ini bisa menjadi salah satu solusi yang paling mudah untuk mencegah mata anda cepat lelah. Selamat mencoba.
6. Atur jarak mata dengan layar monitor
Berapa jarak ideal yang disarankan saat berada didepan komputer? Jarak mata dan layar monitor komputer yang paling ideal adalah dengan kisaran jarak antara 50 cm s/d 75 cm. Karena, jika terlalu dekat, mata anda akan mengalami masalah. Salah satunya yaitu mata anda akan mengalami cepat lelah. Untuk itulah, mulai sekarang, atur jarak mata anda dengan layar monitor komputer anda dengan jarak ideal tadi.
7. Pakailah kacamata anti radiasi atau pasang pelindung pada layar monitor anda
Salah satu tips yang juga jitu adalah dengan memakai kacamata khusus untuk menangkal radiasi, yaitu kacamata anti radiasi. Ini akan membantu sekaligus melindungi mata anda dari radiasi layar monitor dan mencegah terjadinya cepat lelah pada mata anda.
Banyak juga di pasaran dijual sebuah layar pelindung yang bisa dipasang di monitor, anda bisa coba memasangnya.
8. Pengaturan sudut layar monitor
Putar dan carilah sudut yang paling ideal pada layar monitor anda. Sepertinya, yang paling bagus adalah yang lurus. Atur sedemikian rupa sehingga anda bisa enjoy saat menatap layar monitor anda. Secara tidak langsung, sudut yang tepat ini akan membuat leher dan mata anda nyaman, sehingga bisa mengurangi kelelahan mata atau tidak nyamannya leher anda.
9. Aturlah pencahayaan layar monitor anda
Layar monitor anda bisa anda atur terang redupnya dengan mudah. Ada menunya, anda tinggal mensettingnya dengan tepat. Usahakan settingannya tepat. Jangan sampai terlampau terang, namun hindari juga settinagn yang terlalu gelap. Seimbangkan settingan terang gelapnya, maka ini akan membantu mengurangi resiko mata yang cepat lelah saat berada lama didepan layar monitor komputer anda.
Bagaimana, itulah sedikit ulasan mengenai cara agar mata tidak cepat lelah saat berada di depan komputer. Anda bisa mempraktekkan beberapa tips diatas. Semoga bisa membantu dan bermanfaat bagi anda. Terimakasih.